Pasker_ZhedeNK_125

Sabtu, 04 Januari 2020

Puisi Religi

Puisi Pendek Religi

Puisi Pendek
Sisi kehidupan agama merupakan sisi yang dimiliki oleh semua orang. Aspek religius menjadi hal utama pada setiap diri manusia. Ada banyak cerita suka duka yang akan terangkai dalam kehidupan di bidang religi. Semua itu akan tergambar pada puisi pendek berikut:


1. Menyerah

Cerita keteladanan membuat aku merasa mual
Semua kurasa sudah cukup, aku ingin memuntahkannya
Mual dengan apa yang ada padaku
Memuntahkan semua yang menjadi milikku
Bagaimana bisa?
Atau hanya aku yang tidak bisa
Terdiam bagai patung, mencerna tanpa memperoleh makna
Dalam satu atau dua, mati menjadi lebih terpuji
Belajar lebih banyak untuk  mengerti tanpa berkuasa atas diri sendiri


2. Butir Mutiara Dari Pendosa

Aku pendosa, hilangkan taat untuk khianat
Memilih pergi dari tinggal untuk mati
Naluri memaksa aku untuk tetap seperti koloni
Liar, brutal
Aku pendosa
Mengemis, dalam iba yang dipandang sebelah mata
Takut, kecil tidak berarti
Mengais ampunan dalam sisa yang begitu memuakkan
Aku pendosa
Menitikkan air mata mutiara dalam kalut hati penuh emosi


3. Hakim Maha Adil

Untuk siapa semua kerja dan susah payah
Kabarnya ada ganjaran berupa surga dan neraka
Hingga lelah tidak lagi dapat dirasa, hingga sakit tidak lagi bisa mempengaruhi
Mereka bermaksud apa dengan kerja keras dan susah payah
Katanya ada segunung harta yang menjadi perebutan semua manusia
Untuk apa bumi sibuk tiada henti
Kami memiliki peta hidup sendiri-sendiri
Tentang pahala dan dosa, kami tidak peduli
Hidup menjadi baik agar hidupmu baik
Yang maha adil melihat dari langit yang begitu tinggi


4. Menaklukkan Rasa Sakit

Dalam dunia yang gelap, nyatanya tidak semua memerlukan cahaya
Dalam hamparan yang bisu, tidak semua telinga memerlukan alunan merdu
Mata menjadi menyala kepada apa yang telah bulat terkunci anak panah
Sayup-sayup musik tidak lagi penting, dalam hati telah bernyanyi lagu-lagu cambuk diri
Untuk bersujud kami berjuang
Melawan mata peluru dan anak panah bermesin
Hanya untuk bertamu ke rumah Tuhan kami
Satu langkah mungkin saja kami hanya mendapatkannya hari ini
Gerakan kecil membangunkan moncong meriam memilih kepala-kepala menempel tanah
Seperti kesiaan kalian terus menabur  lelah memberikan sakit pada kaum kami
Tidak ada keraguan, tidak punya rasa takut, berdiri diatas duri, sujud meski meteor menghujani


5. Esok Hari

Bilakah kau bertanya esok seperti apa dunia?
Ia yang lelah, ia yang terlalu banyak menjadi saksi
Dunia yang bosan, manusia terus mengucapkan kemunafikan
Tiang renta terus tergeruk oleh serakahnya
Bila bumi dihancurkan, kami telah membaca
Gunung dan kapas berterbangan
Kandungan yang gugur, kami menjadi lupa diri karena ngeri
Ampunan telah tertutup, hanya penyesalan yang membuat kita sama
Bila lah mana matahari lupa akan garis edarnya
Kata ampun sudah tidak lagi bermakna


6. Dalam Bumi Gelap

Tersihir, semua tertunduk karena malu
Sesaat, untuk kemudian kembali terjaga dan bertelanjang
Menari, mengucapkan mantra-mantra
Terselubung, gelap beratap sinar dari api abadi
Pantas saja Tuhan menjadi murka
Dalam bumi gelap,suara tangis tidak menjadi satu-satunya bunyi
Duka bukan pula satu-satunya rasa
Dalam bumi yang gelap
Manusia menjadi Tuhan untuk diri mereka sendiri


7. Ampunan Kembali

Tidak pernah kecewa aku meminta, tidak akan pernah ada kecewa untuk mengiba
Permohonan kepada langit yang disampaikan senandung merdu kesunyian
Titik embun menyentuh kering untuk pertama kali
Memberikan pengharapan hidup pada gersang
Sebuah benih berakar pada mulanya
Topan kencang tidak akan lagi menggoyangkan
Kini kuat laksana gunung menjulang
Tidak ada doa yang terbengkalai dalam daftar terkabulnya
Untuk yang terbaik semua akan menjadi baik

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Subcribe Us

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support